1. Home
  2. /
  3. Artikel
  4. /
  5. Sudahkah Merawat Titipan Allah...

Sudahkah Merawat Titipan Allah Dengan Benar?

Mar 16, 2023

Oleh : Ridwan, S.Pd., M.Pd.

Anak adalah titipan Allah Yang Maha Kuasa kepada hambaNya yang di percaya sebagai orang tua. Ibarat tanaman, petani harus menyiapkan bibit yang unggul, tanah yang subur, memupuk dan merawatnya agar menjadi tanaman yang subur dan berbuah yang lebat. Ketika tanaman tersebut tidak sesuai dengan yang kita iharapkan, tumbuh kurang sehat, di makan hama sehingga tidak menjadikan tanaman yang subur dan berbuah, tentu yang salah adalah petanimya, bukan tanamannya.

Terkadang kita gampang menyalahkan orang lain, menyalahkan sekolah ketika anak tidak sesuai ekspektasi kita. Mungkin ada yang kita lupakan dalam proses mendidik anak-anak. Merawat, mendidik, memperhatikan dan mengawasi mereka, memfungsikan diri sebagai ayah dan ibu dalam arti yang sebenarnya. Karena tidak semua suami mampu menjadi ayah dan tidak semua istri mampu menjadi ibu bagi anak-anak mereka. Hasilnya tergantung pada proses orang tua dalam mendidik anaknya.

Di dalam Al Qur’an ada empat tipe anak:

1. Anak yang sholih /qurrata a’yun (Qs. Al Furqon 74)

وَالَّذِيۡنَ يَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا هَبۡ لَـنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعۡيُنٍ وَّاجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِيۡنَ اِمَامًا‏
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

2. Anak sebagai perhiasan atau kebanggaan dunia ((Qs. Ali Imron 14)

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah menikmati hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”

3. Anak sebagai finah (Qs.at-Tagobun 15)

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

4. Anak sebagai musuh (Qs.at-Tagobun 14)

يَا أَيُّهَا ​​الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta memaafkan (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Tentu yang di dambakan orang tua adalah anak sholih, qurrota a’yun. Untuk mewujudkan generasi yang sholih Allah mengajarkan agar orang tua berupaya bersungguh sungguh dan berdoa agar dia termasuk orang yang sholih, bersyukur, birrul walidain dan terwujudnya generasi sholih (Qs.Al Ahqaf:15)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Kandungannya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun dia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan agar aku dapat melakukan amal yang saleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikannya dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sungguh aku bertaubat kepadamu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”

Ada lima methode pendidikan anak yang berpengaruh dalam mewujudkan generasi sholih, menurut Dr Muhammad Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad yakni:

  1. Keteladanan
    Methode yang sangat berpengaruh dan paling efektif dalam membentuk moral spritual dan emosional anak. Orang tua harus mampu menjadi teladan yabg baik bagi anak-anaknya.
  2. Pembiasaan
    Pembiasan sangat berpengaruh pada karakter anak, karena terjadi proses yang berulang sehingga secara berlahan akan membekas dan menjadi kebiasaan. Pembiasaan yang paling berpengaruh dari orang tua, guru dan lingkungan
  3. Nasehat
    Nasehat yang menyentuh hati anak (qaulan baligho). Nasehat dengan setulus hati akan memberikan kesan dan kesejukan pada diri anak dengan kata-kata yang lembut dan santun. Tergambar pada diri Lukman Al Hakim (Qs. Lukman 13-19)
  4. Perhatian dan pengawasan
    Keterlibatan orang tua pada pengawasan di rumah sangat penting tidak hanya di serahkan pada guru ketika di sekolah. Orang tua harus meluangkan waktu untuk memperhatikan tumbuh kembangnya anak. Mereka tumbuh dan berkembang di zaman yang berbeda dengan kita. Tantangan dan dan godaan semakin komplek dan bervariasi. Kasus ratusan siswi hamil di luar nikah di berbagai kota di Jawa Timur, dan gengster karena lemahnya perhatian dan pengawasan orang tua di rumah dan lingkungan pergaulan yang kurrang sehat.
  5. Hukuman
    Hukuman dalam rangka mendidik bukan dengan kekerasan menyakiti tetapi pencegahan yang menimbulkan efek jera pada anak.
    Orang tua juga bisa belajar dan meladani nabi Ibrahim yang di juluki abul anbiya’ karena anak keturunannya 18 orang menjadi nabi dan rasul. Orestasi nabi Ibrahim menjadi cermin bagi kita dalam mendidik anak. Hikmah keluarga Nabi Ibrahim mengajarkan pada kita dalam mendidik anak
  6. Berdo’a
    Nabi Ibrahim tidak pernah berhenti berdo’a agar di berikan anak yang sholih walaupun lama menikah belum di karuniai putra. (Qs. Asshafat 100)
  7. Berdialog dengan putranya, walaupun yang di hadapi persoalan yang besar (Qs. Asshafat 102)
  8. Melatih kemandirian
  9. Belajar berproses , Melibatkan Ismail dalam membangun Ka”bah
  10. Berwasiat kepada anaknya agar menjaga keimanan (Qs. Al Baqarah 132)