1. Home
  2. /
  3. Artikel
  4. /
  5. Numerasi Dalam Kehidupan Beragama

Numerasi Dalam Kehidupan Beragama

Jul 2, 2022

Oleh : Sulton Dedi Wijaya, S.Pd., M.Pd

Kehidupan didunia ini tidak lepas dari perhitungan atau numerasi. Sejak manusia dilahirkan sampai kematian didatangkan. Bahkan sebelum proses kelahiran didunia ini, manusia sudah melalui proses di alam kandungan selama 9 bulan sebelum disapih selama 2 tahun (Luqman 14).

Islam didirikan dengan landasan rukun Islam yang lima dan dikuatkan dengan rukun Iman yang enam. Jika digabung keduanya akan mencul angka 11. Pedoman hidup Al Quran juga terdiri dari angka-angka. Mulai jumlah juz, surat dan ayat yang terkandung didalamnya. Konten yang tersebut didalamnya pun demikian, seperti penciptaan langit dan bumi dalam 6 hari (Hud 7), penciptaan manusia (As Sajdah 7-8; Al Mukminun 12-14; At Thariq 6-7).

Dalam konteks numerasi atau bilangan dan angka tidak selamanya kalkulasi dari hasil penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian itu mutlak dari 1 teori saja. Sebagaimana contoh numerasi dari angka Sembilan (9). Angka 9 adalah nilai penjumlahan 1+8 atau kebalikannya 8+1; bisa juga dari 2+7 atau sebaliknya 7+2 dan seterusnya. Angka 9 juga bisa kita dapatkan dari hasil pengurangan 10-1; 11-2; dan seterusnya.

Dari sudut perkalian juga bisa kita dapatkan angka 9. Ia merupakan hasil perkalian dari 1 dan 9; 3 dan 3. Bahkan angka 9 bisa dihasilkan dengan menggunakan teori perkalian dan penjumlahan seperti 9×2=18 (1+8=9); 9×3=27 (2+7=9); 9×4=36 (3+6=9) begitu seterusnya sampai perkalian 9×9=81 (8+1=9).

Apa maknanya dalam kehidupan beragama kita? Pelajaran yang bisa kita ambil yang pertama adalah memahami bahwa hasil yang sama bisa kita peroleh dengan melalui proses yang berbeda. Meskipun secara lahir manusia sudah diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna ( Al Tin 4), namun kemudian ia akan berproses menuju kesempurnaan haqiqi sebagai makhluk horizontal (sosial) dan vertical (hamba) dengan cara yang berbeda. Sesuai dengan kemampuan dan kapasitas lingkungan yang membersamainya.

Yang kedua yang tidak kalah penting adalah bahwa memahami perbedaan proses kehidupan ini harus diyakini oleh siapapun. Untuk apa? Untuk memunculkan rasa syukur dan menjauhkan rasa iri dan dengki. Baik pada terhadap sesama makhluk dan Sang Pencipta Semesta. Kesyukuran dari hasil sebuah proses yang alami dan bukan ujug-ujug (tiba-tiba).

Terakhir, bahwasannya teori kualitatif dan kuantitatif akan berlaku secara berkesinambungan dalam konteks global dan universal. Dalam kehidupan sehari-haripun kita tidak lepas dari perputaran angka. Sebagaimana termaktub dalam surat Al ‘ashr, bahwasannya Allah SWT sudah mengingatkan kita akan pentingnya waktu. “Demi masa (waktu). Sesungguhnya (banyak) manusia yang jatuh dalam kerugian.” Bicara waktu sama dengan bicara tentang bilangan atau angka. Mulai dari satuan terkecil yaitu detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya. Penciptaan langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (Ali Imron 190).

Sejauh mana kita memaksimalkan waktu mulai bangun tidur sampai tidur lagi, sejauh itu pula kita akan merasakan kebermaknaan kualitas kehidupan kita. Maksimal dalam urusan dunia, maksimal pula dalam urusan akhirat. Keseimbangan keduanya. The more you give, the more you get, itulah ungkapan yang tepat. Makin banyak kamu memberi, makin banyak pula kamu akan mendapatkan. In ahsantum ahsantum lianfusikum, wa in asa’tum falaha. Jika kamu berbuat baik, maka (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk (maka) keburukan itu untuk dirimu sendiri (Al Isra’ 7). Man yazro’ yahsud. Barangsiapa menanam pasti akan memanen.

Yang menjadi motivasi adalah numerasi dalam konteks duniawi tidak selalu sama dengan numerasi ukhrowi. Jika kita menjumlahkan 1 dengan 1 sama dengan 2. Namun dalam numerasi beragama bisa jadi 10, 700 bahkan lebih. Bagi orang yang membaca Al quran, satu huruf akan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Sebagaimana orang yang membaca shalawat atas nabi sekali saja, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali, seperti yang diriwayatkan dalam hadits sahih.

Sejalan dengan janji Allah SWT, “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dirugikan.” (Al An’am: 160). Begitupula dengan orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah. Dia akan membalasnya dengan 700 kali lipat bahkan lebih sesuai dengan kemauanNya (At Baqarah 261).

Semoga ini menjadi spirit yang menumbuhkan kesadaran untuk selalu melakukan sesuatu yang bermakna dari waktu ke waktu untuk urusan agama, dunia, dan akhirat. Hasil kalkulasi atau penghitungan tidak hanya berorientasi pada angka. Sebab bilangan yang tak terbatas dengan jumlah digit adalah hak prerogative Allah SWT bagi orang yang Ia kehendaki. Yang sedikit bisa menjadi banyak dan bahkan tak terhingga. Sebagaimana batasan ruang dan waktu bagi orang beriman saat berdialog dan berdzikir dengan Rabbnya tidak hanya mengikuti batasan panjang kali lebar. Dimensi yang jauh akan terasa dekat dan bahkan tanpa batas.

Unlimited nonstop calculation and access. Hanya penghitungan dan akses tanpa batas dan henti dari Allah SWT yang kita harapkan. Penghitungan dunia akan kita bawa ke akhirat sebagai pertanggung jawaban. Bahwa apapun yang kita lakukan di dunia akan diperhitungkan dan dipertimbangkan di alam akhirat walaupun sebesar biji sawi.

Nasrun minAllahi wa fathun qorib wa basysyiril mukminin Allahu a’lam