Oleh : Doni Prasetyo, S.Hum.
Kegiatan praktek dakwah lapangan (PDL) sudah berlangsung setengah perjalanan. Santriwan dan santriwati pilihan ditugaskan untuk keluar daerah, menerapkan ilmu yang telah mereka dapat ketika berada di pesantren. Belajar untuk berceramah, menjadi imam, mengajar anak-anak kecil di TPQ, hingga mengisi pengajian bapak-bapak maupun ibu-ibu. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar agar keberadaan mereka dapat diterima di masyarakat.
Namun tidak sedikit ada gesekan-gesekan kultur budaya yang terjadi, misalnya seperti yang akan saya ceritakan pada kesempatan kali ini. Kisah tentang salah satu peserta PDL yang mengalami Culture Shock di tempat dimana dia bertugas.
Pada hari ketiga bulan Romadhon, dimalam hari, sekitar pukul 9 malam hp saya tiba-tiba berdering, ada panggilan suara masuk. Tidak tercantum nama si penelepon, hanya deretan angka, foto profilnya juga tidak ada. Dengan pelan saya angkat teleponnya.
“Hallo, Assalamualaikum”
“Wa’alaikumsalam ustadz, saya bundanya mas Ghifari, santri yang ditugaskan PDL di daerah Nganjuk”
“oh enggeh bunda, ada apa ya” jawabku
Singkat cerita, beliau menuturkan beberapa keluhan terkait dengan tempat dimana putranya bertugas. Dia tidak kerasan (betah), lingkungannya sangat berbeda dengan lingkungan tempatnya dia tinggal.
“Nda, disini sholatnya cepet-cepet. Belum selesai baca Al Fatuhah sudah ruku’, ruku’ sebentar sudah sujud, belum selesai baca doa sujud sudah berdiri lagi” saya mendengarkan si Bunda sambil tersnyum kecil.
“belum lagi disini sunyi, sepi nda, daerah gunung, dan mayoritas masyarakatnya non-Islam”
Setelah mendengarkan curhatannya, saya menjelaskan kepada Wali santri tersebut terkait dengan informasi demografi daerah tersebut, dan memberikan masukan-masukan kepada beliau. Ternyata pemikiran si Bunda sama persis dengan saya. Mencoba untuk memberikan motivasi kepada putranya, menguatkan hatinya. Karena memang seperti itulah gambaran sebuah masyarakat. Sangat komplek, terdiri dari berbagai jenis lapisan masyarakat.
Ayah bunda yang berbahagia, perlu kita ketahui bersama bahwa di dalam kehidupan seorang manusia, akan selalu ada permasalahan yang muncul. Di dalam ilmu Sosiologi pun sudah dijelaskan bahwa individu tidak akan bisa lepas dari berbagai macam benturan yang ada di sekitarnya, dan faktor yang memicunya juga banyak. Mulai dari sektor ekonomi, politik, budaya, bahkan agama.
Jika kita kaitkan dengan sejarah, kita bisa melihat bagaimana Rasulullah Muhammad SAW. manusia pilihan Allah SWT, yang seharusnya mendapatkan sanjungan dan pujian, pada awal mula beliau berdakwah, banyak sekali yang menentangnya, ada yang menganggap beliau sudah tidak waras, bahkan ada sekelompok orang yang berniat membunuhnya. Lantas bagaimana respon beliau ?. andaikata beliau takut, nyalinya ciut, maka agama Islam tidak akan sampai kepada kita.
Beliau melihat situasi dan kondisi. Karena tidak memungkinkan menjalankan dakwah secara terang-terangan, maka beliau melaksanakan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi. Lambat laun kaum muslimin semakin bertambah banyak, kemudian Nabi Hijrah ke Madinah dan mulailah beliau melaksanakan dakwah secara terang-terangan.
Dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini ada ilmunya. Dan cara untuk memperoleh ilmu tidak hanya ketika kita berada di bangku lembaga pendidikan. Ingat sebuah pepatah yang mengatakan Experience is The Best Teacher. Dengan kita membiasakan untuk berinteraksi dengan masyarakat, kita akan mendapatkan ilmu yang luar biasa. Nabi pun juga bersada
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
“Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu”
Kedua, yang harus kita yakini, bahwa Allah SWT tdak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan dari hamba-Nya. Jadi, harus senantiasa tersemat dalam fikiran kita, “Kita bisa menyelasikan masalah ini”. Dan juga Allah SWT telah berfirman di dalam surat Ath Thalaq ayat 2 yaitu :
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya”
Terakhir, jadikan peritiwa yang kalian alami sebagai pelajaran Hidup. Didalam suatu kisah selalu ada Ibroh atau pelajaran. Dengan begitu kita bisa memposisikan diri di tengah-tengah masyarakat. Menjadi manusia yang mampu beradaptasi dengan cepat di berbagai model lingkungan. Menjadi insan yang dibanggakan orang tua, keluarga, bahkan masyarakat serta mampu menebarkan kebermanfaatan, dimanapun dan kapanpun dia berada.
Dan akhirnya, setelah saya berikan penjelasan panjang dan lebar, ditambah dengan support kedua orang tua, doa yang senantiasa tersemat. Alhamdulillah, peserta PDL tersebut mulai bisa berbaur dengan masyarakat dan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Bahkan pada saat momen kembalinya ke pesantren, di iringi dengan isak tangis masyarakat sekitar, karena rasa kekeluargaan yang telah terjalin, Subhanallah.