Oleh: Moh.Mas’al, S.HI, M.Ag
Berbicara tentang wali ( الولي ) maka akan terlintas dibenak kita, bahwa wali itu identik dengan suatu keanean atau keajaiban diluar kebiasaan manusia umumnya ( خوارق العادات ) . yang kemudian kita menyebutnya dengan istilah Karomah (كرامة), dan sebagian besar percaya bahwa karomah itu sebagai indikasi kewalian seseorang, dengan kata lain seseorang belum mencapai derajat wali kalau belum mempunyai karomah, begitu pentingnya masalah ini, sehingga seorang ulama’ besar salah satu murid Imam Syafi’i yang bernama Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadus Shalihin, beliau memasukkan dalam bab:
“ باب كرامات الأولياء و فضلهم “ Karomah para Wali dan Keutamaannya” dan dimasyarakat tidak asing bila seseorang sampai predikat ini melakukan perbuatan yang melanggar syari’at pun tetap dibenarkan dengan dalih “ Ia sudah mencapai derajat Wali “ dan kita ini bukan maqomnya.!
Dengan demikian bagaimana hakikatnya Wali (الولي) itu sehingga kita bingung dan bahkan mayoritas cenderung terbawa arus pemahaman yang menyesatkan. Sehingga inilah alasan penulis mengapa artikel ini dibuat. Dengan harapan agar menjadi tambahan hazanah pemikiran sekaligus panduan bagi para pencari ilmu khususnya di bidang keimanan (الاعتقادية) dengan bahasa yang lugas dan mudah dengan judul “Bagaimana tinjauan Wali dan Karomah menurut Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW”.
Menurut Al Qu’an al Karim.
Kata wali ( الولي ) menurut Al qur’an ada tiga bentuk ( الولي ) bentuk tunggal (مفرد) jamaknya الأولياء dan الولاية, merupakan bentuk kata benda /masdar (مصدر) , ketiga bentuk tersebut dipakai dalam Al Qur’an sebanyak 44 kali dalam bentuk tunggal’ , dan 42 kali dalam bentuk jama’ dan 2 kali dalam bentuk masdar. Ditinjau dari segi ma’na kata wali termasuk jenis lafadz musytarok ( satu lafadz mempunyai ma’na lebih dari satu) diantaranya berma’na : cinta ( المحبة ) sahabat karib ( الصديق ), penolong ( النصير ) , tetangga ( الجار ), sekutu ( الحليف ),pengikut ( التابع ), dekat ( قرب), ( lihat qamus Al Munjid hal.918)
Seluruh ma’na tersebut dipakai dalam Al Qur’an sesuai dengan konteknya masing-masing, sedangkan istilah karomah tidak ada satu ayatpun yang memberikan penjelasan secara jegas ( shorih), tentang ayat tersebut hanya untuk membedakan antara wali Allah ( seorang hambah Allah yang shalih) dan Rasulnya.
Mengingat terbatasnya tempat tidak mungkin akan dijelaskan satu persatu, kami hanya akan menguraikan beberapa ayat yang dianggap urgen sesuai dengan tema diatas.
Surat Yunus : 62-63
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (64)
“ ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati (62) yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63) bagi mereka berita gembira didalam kehidupan dunia dan akhirat, tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah(janji). Yang demikian itu adalah kemegahan yang besar( QS.Yunus:62-64,juga Fussilat:30-32)
Surat Al Ahqof : 13-14
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (13) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (الاحقاف:14)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita(13) Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”.(QS. Al Ahqof:13-14)
Surat Ali Imron : 37.
…كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ……(أل عمران: 37)
“Setiap Nabi Zakariya masuk untuk menemui Maryam di Mihrob( tempat tinggal disamping masjid)nya Ia mendapati makanan disisi Maryam, Nabi Zakariya bertanya : Hai Maryam dari mana engkau mendapatkan makanan ini ? maryam menjawab “ makanan itu dari sisi Allah”.
Menurut Hadits Nabi SAW.
Istilah wali dan karomah tidak jauh berbeda dengan Al Qur’an, tidak ada penjelasan yang tegas (shorih), hanya saja para ulama’ mengumpulkan beberapa hadits yang dianggap ada korelasinya terhadap istilah tersebut. Diantara hadits-hadits tersebut adalah yang dimuat juga dalam kitab Riyadhus Shalihin diantaranya sebagai berikut:
Hadits Imam Muslim dari sahabat Sufyan bin Abdillah Ast-Tsaqofy ra.:
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ(رواه مسلم)
“ Dari sofyan bin Abdillah Ast-Tsaqofi berkata: “ saya bertanya kepada Rasul ,Ya Rasulallah “wasiatkanlah kepadaku wasiat tentang Islam, dimana saya tidak akan bertanya kepada siapapun sesudah engkau,dalam hadits Abi Usamah dengan “selain engkau” Nabi saw. Menjawab: Katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomalah kamu,(HR.Muslim;I : 65 no.38).
Hadits Shohih Bukhori dari sahabat Abu Hurairoh ra.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهُ قَدْ كَانَ فِيمَا مَضَى قَبْلَكُمْ مِنْ الْأُمَمِ مُحَدَّثُونَ وَإِنَّهُ إِنْ كَانَ فِي أُمَّتِي هَذِهِ مِنْهُمْ فَإِنَّهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ(رواه البخارى)
“Dari Abu Hurairoh ra. Berkata :Nabi saw. Bersabda: “ Benar-benar telah ada umat sebelum kalian,seseorang yang mendapatkan ilham(benar dalam berkata), maka jika ada seorang dari umatku dialah Umar ra.( HR.Bukhori,no.3453,bab Manaqibul Umar ra.).
Dari hadits diatas Ibnu Hajar berkata:” ma’na “محدثون” dengan “ملهمون” seorang yang mendapatkan ilham sehingga perkataannya benar walaupun ia bukan seorang nabi”(Fathul Barry Ibnu Hajar Al Asy-Qolany,x:hal.485).
Hadits Shohih Bukhori dari Ubay bin Ka’ab ra.
Ubay bin Ka’ab mengkisahkan dengan cukup panjang dalam hadits tersebut perjalanan Nabi Musa As. Dengan Nabi Khidir dan bahkan Al Qur’an pun mengabadikan kisah tersebut dalam Surat Al KAhfi : 60-82, dan umumnya masyarakat hampir hafal dengan kisah tersebut dimana Nabi Musa berguru dengan Nabi Khidir dan terkesan Nabi Khidir lebih pandai ( lebih tinggi derajat kewaliannya dari pada Nabi Musa.as) di akhir ayat 82 dari surat Al Kahfi yang merupakan rahasia dari kisah yang panjang beliau(Nabi Khidir) berkata
“ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي “ dan tidaklah aku melakukan ini atas kehendakku sendiri (atas kehendak Allah SWT) begitu juga dalam hadits Shohih Bukhori tersebut menjelaskan diakhir perjalanan dari keduanya Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa as.
قَالَ(الخضر لموسى) يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ اللَّهُ لَا تَعْلَمُهُ وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَكَهُ اللَّهُ لَا أَعْلَمُهُ(رواه البخارى )
“Berkatalah Hidhir kepada Musa as. “Hai musa susungguhnya aku dapat ilmu dari ilmu Allah yang diajarkan kepadaku, dan kamu tidak tahu, dan kamupun mendapat ilmu dari ilmu Allah yang Ia ajarkan kepadamu, yang aku tidak tahu”. (HR.Bukhori,no. 4410).
Dan hadits inilah yang jarang disinggung sehingga terkesan Nabi Khidir yang lebih pandai (kewaliannya) dibanding Nabi Musa as. padahal masing-masing dari keduanya memiliki ilmu dari Allah yang berikan kepada Nabi Musa as. berbeda dengan yang Allah berikan kepada Nabi Khidir.
HUBUNGAN ANTARA KAROMAH DAN PARA WALI ( AULIYA’).
Karomah secara bahasa berarti mulya atau kemulyaan , sedang menurut istilah tauhid sebagaimana dikemukakan seorang ulama’ besar DR. Sholih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan, karomah adalah “ sesuatu yang terjadi diluar kebiasaan manusia yang kemudian kebanyakan orang menyebutnya “luar biasa/kehebatan” yang Allah berikan kepada sebagian hambanya yang sholih sebagai barokah atas keataatan kepada Allah dan Rasulnya( lihat Al Irsyad ila Shahihil I’tiqot wa roddu ala ahli syirki wal Ilhad,juz.1 hal.192.).
Jadi tidaklah setiap wali pasti mempunyai karomah /kehebatan dan hanya sebagian mereka saja yang dengan kekuatan iman dan benarnya aqidah ia mempunyai karomah disaat-saat ia membutuhkannya .
Begitu juga para wali Allah yang tidak mempunyai karomah ini tidak menunjukkan kekurangan mereka, sebagaimana para wali Allah yang mempunyai karomah tidak menunjukkan mereka lebih mulya dan utama dibanding yang tidak mempunyai karoma,(lihat Syarah Aqidah At-Thohawiyah:Syeh Abdul Aziz Ar-Rojihy;I:384) sebagai bukti para sahabat Rasul yang tidak mempunyai apa-apa mereka ada yang terluka saat berperang bahkan sampai terbunuh,tidak ada ilmu kebal dan lainnya namun Rasulallah menyebut mereka sebagai syahid, Allah mencatatnya sebagai ahli jannah.
KESIMPULAN
Dari beberapa ayat dan hadits diatas mengandung pengertian bahwa wali Allah adalah orang yang mu’min dan bertaqwa serta beristiqomah untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan karomah bukanlah sebagai indikasi kewalian seseorang, perhatikanlah nasihat para Ulama;
Chadlratusy Syaikh. KH.M. Hasyim Asy-ariy (pendiri Pesantren Tebuireng Jombang Jatim “ :
يجب علي الولي حتي يكون وليا في نفس الأمر قيامه بحقوق الله عباده علي الإستقصاء والإستفاء بجميع ما أمر به
“ Wajib atas waliy untuk ia dinamakan wali yang sungguh-sungguh ialah adanya sikap dan perbuatan menegakkan hak-hak Allah Ta’ala dengan hak-hak hambaNya secara maksimal dan sepenuh-penuhnya dalam hal yang ia diperintahkan untuk melakukannya” (lihat kitab “Duroru al muntasyiroh fi masa’ily tis’ah asyarah,tentang Wali dan Thariqat hal. 3-4).
Imam Syafi’i : yang dikutib Ibnu Katsir dalam Tafsirnya sebagai berikut:
فقال الشافعي: قصر الليث، رحمه الله، بل إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة،
“ Imam Syafi’i berkata : “ apabila kalian melihat seseorang laki-laki yang bisa berjalan diatas air, terbang di udara, jangan kalian tertipu sehingga itu semua kalian kembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah. ( lihat Tafsir Ibnu Katsir ,1: 110)
Abu Ali Al Jauzajaniy (Guru Imam Bukhori) :
قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْجَوْزَجَانِيُّ : كُنْ طَالِبًا لِلِاسْتِقَامَةِ ، لَا طَالِبًا لِلْكَرَامَةِ ، فَإِنَّ نَفْسَكَ مُتَحَرِّكَةٌ فِي طَلَبِ الْكَرَامَةِ ، وَرَبُّكَ يَطْلُبُ مِنْكَ الِاسْتِقَامَةَ
“Abu Ali Al Jurjany berkata:” Carilah olehmu sifat Istiqomah dan janganlah mencari Karomah, karena dirimu cenderung mencari Karomah padahal Tuhanmu menginginkan darimu sifat Istiqomah.”( lihat Syarah Aqidah At-Thohawiyah:Al Qodhi Ali bin Ali bin Abil Izh Al Hanafi:535).
Dari tulisan ini mudah-mudahan Allah swt selalu membimbing kita semua di jalan yang benar dan dijauhkan dari segala bentuk-bentuk kesesatan amin…
Tulisan ini adalah apresiasi penulis setelah mengkaji dan meruju’ kitab-kitab berikut ini:
- Tafsir Al Qur’an Al Adhim oleh Ibnu Kastir.
- Riyadhus Shalihin oleh Imam An-Nawawi
- Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syeh Muhammad bin Sholih Utsaimin
- Hadits Shohih Bukhori oleh Imam Bikhori
- Hadits Shohih Muslim oleh Imam Muslim
- Kamus Al Munjid
- Mu’jam Al Maudhu’i li ayati Al Qur’an Al Karim oleh Subhi Abdul Rouf Ashor
- Mu’jam Mufahros Li Al fadhi Al Qur’an oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi
- Minhaju Firqotu An-Najiyah oleh Muhammad bin Jamil Az-Zainu
- Al Irsyad ila Ash-Shohihi Al I’tiqod wa roddu ala ahli Sy-Syirki wal Ilhad oleh DR. Sholih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan
- Syarah Aqidah At-Thohawiyah:oleh Al Qodhi Ali bin Ali bin Abil Izh Al Dimasqy di tahqiq oleh Syuaib Al Arnaud
- Syarah Aqidah At-Thohawiyah:oleh Al Qodhi Ali bin Ali bin Abil Izh Al Dimasqy di tahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir
- Syarah Aqidah At-Thohawiyah:Syeh Abdul Aziz Ar-Rojihy
- Duroru al muntasyiroh fi masa’ily tis’ah asyarah( Taburan permata yang indah) Oleh Chadlratusy Syaikh. KH.M. Hasyim Asy-ariy, tentang Wali dan Thariqat , di Indonesiakan dan diberi kata pengantar oleh, Dr. Moh. Tolchah Mansoer S.H