Oleh : Ilham Rahmah
Sebut saja hidup seperti makan buah. Ada berbagai jenis buah-buahan yang diciptakan oleh Allah Swt di muka bumi ini. Warna-warnanya pun juga beragam. Begitu pula rasanya, ada yang manis dan asam. Buah-buahan yang ada di bumi ini tumbuh di berbagai daerah bahkan negara di belahan dunia.
Manusia pun punya hak serta kewajiban untuk ingin makan buah yang rasa apa, ingin makan manis ya silakan, ingin makan buah yang rasanya masam pun juga silakan, sesuai dengan seleranya, yang penting kita tahu apa manfaat dari memakan buah yang manis ataupun masam tersebut.
Namun, di sini sebenarnya saya tidak bermaksud untuk membahas tentang buah-buahan. Ada yang paling penting dan sering kurang diperhatikan selain di atas tadi. Apakah itu?
Kesabaran. Ya, sabar. Dalam bahasa Arab disebut dengan Sabr. Sabar merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi manusia. Ibaratkan buah yang tumbuh dengan subur di padang pasir yang gersang, memberikan nyawa yang sebelumnya hilang. Itulah buah kesabaran.
Terkadang, kita seringkali merasakan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan yang sebelumnya sudah diprediksi akan berjalan sesuai dengan rencana kita. Dan itu semua terjadi karena kita terlalu memaksakan kehendak, juga sebaik-baik perencana terbaik ialah Rabb semata.
Banyak yang bilang sabar itu ada batasnya. Kata-kata itu selalu muncul dalam benakku, dan saya sendiri pun seperti mengulangnya dan mempertanyakan kembali, “Apa iya ya sabar itu ada batasnya?” saya sendiri juga kadang tidak mampu bersabar tiap kali ada ujian dari Rabb yang menimpa. Malah seringnya muncul berbagai keluhan atau murung diri.
Tidak. Sabar itu tidak ada batasan. Jika kita menganggap bahwa sabar itu berbatas maka yang bisa menjawabnya adalah sebuah kematian. Kita sadar penuh, dunia ini memang tempatnya bagi manusia untuk selalu diuji dengan beragam cobaan ataupun masalah. Kenapa? Supaya manusia bisa berhasil menjadi hamba pilihan-Nya.
Masalah bagaikan jalanan terjal. Setiap hari kita melakukan kegiatan dan pasti menemuinya. Kita harus melaluinya agar sampai pada tempat yang dituju walaupun ban sepeda motor atau kendaraan kita makin lama makin menipis. Tetapi, kita pun juga diberikan akal pikiran oleh Allah Swt agar jalanan terjal bisa dilalui dengan mudah yaitu dengan mengurangi laju kita meskipun ada akibat yang mungkin kita terima misal terlambat datang.
Ujian, masalah, cobaan, ketiganya menjadi bumbu dalam kehidupan. Mau bagaimana bentuknya atau jenisnya, ketiganya pasti akan menyapa kita. Sekeras apapun kita ingin menghindar dari bumbu itu, mereka selalu hadir. Kunci dalam menghadapinya yaitu dengan sabar. Ibarat dalam masakan, sabar menjadi penawarnya.
Dan sepaket dengan sabar, Allah Swt mewanti-wanti kita dengan kewajiban yang utama dan tidak bisa tergantikan di hadapan-Nya yaitu salat. Sabar dan salat, keduanya bagaikan tameng manusia yang paling tepat untuk menghadapi berbagai bumbu dari Rabb.
Nabi Muhammad Saw di zaman dahulu perjuangannya tidak main-main. Membandingkan diri kita dengan zaman dahulu bukan apa-apa. Jika beliau melakukan dakwah kepada umat dan tanggapannya negatif namun beliau tetap sabar dalam dakwahnya demi kewajibannya sebagai pemimpin.
Saat ini, kehidupan semakin kompleks, manusia dituntut untuk menjalaninya dengan sabar dan juga ikhlas. Apalagi yang bisa dilakukan selain itu? Mau marah, ataupun kecewa? Bisa, karena kita hanya manusia yang mempunyai kekurangan di balik kelebihan itu. Menangis? Wajar saja.
Tapi, kehidupan tetap berlanjut, bukan? Semarah apapun atau sekecewa apapun kita dengan hal yang tidak sesuai dengan keinginan, pada akhirnya kita harus menghadapinya dengan sabar dan tentunya ikhlas. Seperti wejangan dari ulama bahwa ada tiga tingkatan sabar yaitu sabar terhadap musibah, sabar dalam ketaatan, dan sabar ketika menahan diri atas kemaksiatan.
Kita selalu mengatakan kepada teman atau saudara, “Yang sabar ya”. Kita mudah mengatakannya pada orang lain. Namun apakah diri kita sudah mampu untuk bersabar dalam menjalani hidup ini? Mungkin maksud kita baik yaitu karena ingin menguatkan dia ketika menghadapi masalah.
Semua ada pilihan masing-masing, kita diberikan pilihan apa kita mau untuk hidup jadi lebih baik ataupun hidup dalam keterpurukan selamanya. Dan saya memilih untuk hidup menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Nikmat-Nya terlalu indah untuk kita nodai dengan keterpurukan yang berlebihan.
Kesabaran yang kita lakukan insyaAllah akan menghasilkan buahnya yang sudah dijanjikan oleh Rabb pada kita yaitu apabila kita bersabar menghadapi berbagai bumbu kehidupan maka Dia mendatangkan ketentraman dan pahala berlipat ganda, serta kita dilabeli sebagai manusia paling beruntung di atas Arasy-Nya.
Dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 153 dijelaskan bahwa Allah bersama dengan orang yang bersabar. Begitu pentingnya sabar dalam keseharian ini membuktikan sekaligus melatih diri kita untuk tidak terlalu bahagia dan juga tidak mudah tersulut amarah ketika menghadapi sesuatu yang baik dan buruk.
Bersabar menjadi hal utama yang selalu dianjurkan oleh Allah kepada kita dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dengan sabar, keadaan fisik dan mental kita pun terkondisikan dengan baik. Mengapa seperti itu? Manusia bisa dikatakan beriman kepada agamanya jika ia mampu untuk bersabar, dan dapat mengendalikan hawa nafsunya akan dunia. Memang sabar itu membutuhkan latihan atau praktik yang usahanya pun tidak main-main juga, tidak sekadar diucapkan melalui lisan, “Aku harus bisa sabar” sambil mengelus dada. Allah Maha Mengetahui terhadap apapun yang terbaik untuk hamba-Nya, semoga kita selalu membawa buah kesabaran sebagai perangkat dalam menaungi takdir yang telah ditetapkan.