Oleh : Ridwan, S.Pd., M.Pd
Seorang pembaharu, politikus dan filsuf Pakistan dan India Muhammad Iqbal mengatakan ” Berusahalah sekuat-kuatnya, sehingga kerika Tuhan menentukan takdirmu Dia perlu bertanya takdir macam apa yang kau inginkan”. Kita bisa belajar hidup dan kehidupan darimana saja dan kapan saja yang kita inginkan. Belajar dari dalamnya kalam Allah Al Quran dan hamparan luasnya semesta kehidupan yang ada di bumi untuk menyelami hikmah di dalamnya. Terkadang bisa belajar dari kehidupan orang di sekitar kita, belajar dari orang yang sederhana bukan ilmuwan , bukan ulama, maupun politisi tetapi mampu memahami makna kehidupan dengan takdir yang digariskan Allah Ta’ala. Tegar dan sabar dalam ujian walaupun terasa berat. Kalimat yang indah, harum mewangi surga penuh makna keluar dari lisannya “jangan bertanya mengapa dan bagaimana takdir itu terjadi”. Kalimat tersebut keluar untuk menjaga keikhlasan, jangan tergerus ketika musibah menimpanya.Tentu kalimat tersebut keluar dari lisan orang yang mempunyai keimanan dan ketaqwaan. Belum tentu orang yang berilmu sekalipun mampu menangkap makna dan pesan yang digarisrkan Allah. Boleh jadi apa yang kita sangka tidak baik bagi kita ternyata baik dimata Allah, begitupun sebaliknya. Mengasah dan meneguhkan keikhlasan dan kesabaran adalah sesuatu yang berat ketika di uji Allah dengan sesuatu yang tidak di kehendaki.
Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Imam Al-Munawi berkata “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta, dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar. Syaikh Salim bin ‘Ieid al Hilali dalam Bahjatun Nadzirin mengatakan “Orang mukmin selalu dalam posisi ridho. Penderitaan yang dihadapi seakan menjadi kenikmatan, ujian berubah menjadi anugerah bagi orang mukmin, karena dia memahami didalamnya terkandung banyak pahala dan kesudahan yang baik. Dalam setiap keadaan selalu memuji Allah. Ketika di beri kenikmatan dan diberi sesuatu yang tidak menyenenangkan salalu memuji Allah
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ» ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
“Dari Aisyah Radhiyallahu anha, beliau mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat sesuatu yang menyenangkan, Beliau mengatakan:”
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
“Dan jika melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, Beliau membaca:”
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
(HR. Ibnu Majah dalam Sunan nya, no. 3803 )
Luka itu tidak langsung sembuh, butuh perawatan dan waktu untuk menyembuhkannya. Mereka tertimpa musibah yang mengguncangkan jiwanya, butuh orang lain untuk mrnguatkan jiwanya menghiburnya dengan tulus ikhlas, bukan mencela takdir, menyalahkan orang lain, berakibat semakin rapuh imanya. Kita bisa merasakan bahagia manakala pernah menderita. Makan jadi nikmat ketika lapar, tidur jadi lelap ketika kita lelah dan ngantuk. Menjadi sunnatullah hari tidak selamanya malam terus atau siang tak berkesudahan. Inilah kebijaksanaan Allah pada hambaNya, ada siang dan malam
قُلْ أَرَءَيْتُمْ إِن جَعَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمُ ٱلَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ ٱللَّهِ يَأْتِيكُم بِضِيَآءٍ ۖ أَفَلَا تَسْمَعُونَ
“Katakanlah: Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?”
قُلْ أَرَءَيْتُمْ إِن جَعَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمُ ٱلنَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ ٱللَّهِ يَأْتِيكُم بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Katakanlah: Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
وَمِن رَّحْمَتِهِۦ جَعَلَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا۟ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِهِۦ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
Teruslah berjalan dan berlayar karena hidup ibarat orang yang berkendara atau berlayar ke tempat dan batas yang dituju, mesti menanjak, disapu ombak dengan jiwa yang ridha, teruslah beramal, berkarya, karena Allah melihat karya kita.
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
“Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. At Taubah: 105)