Oleh : Ridwan, S.Pd., M.Pd
Saat ini banyak pelajar dan generasi muda Islam yang buta sejarah, mengalami “herolessness” merasa tidak mempunyai pahlawan. Kemerdekaan bangsa Indinesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Jum’at legi, 9 Ramadhan 1364 H adalah tidak terlepas dari perjuangan ulama dan santri. Perjuangan dan perlawanan yang sudah di lakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam sejak kedatangan bangsa barat di Nusantara, sebagai bukti ummat Islam mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengusir penjajah untuk meraih kemerdekaan.
Mengapa bisa terjadi?
Dalam pengantar buku Api Sejarah yang di tulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara di ungkapkan karena:
- Dampak penulisan sejarah Indonesia yang di sajikan bertolak dari pemikiran deislamisasi dan depolitisasi ulama, sehingga peran ulama dan santri sebagai pelaku sejarah dalam bela negara, bangsa dan agama dipinggirkan bahkan ditiadakan, digantikan pelaku sejarah yang lain pada realitas sejarah pada zamannya, menolak bersama ulama dan santri menguatkan persatuan mengusir penjajah
- Penulisan sejarah Indonesia pada zaman orla dan orba lebih mengutamakan Hinduisme dan Budhaisme berakibat buku sejarah SD SMP dan SMA berisikan lebih banyak sejarah zaman purba, Hindu dan Budha daripada sejarah peran ummat Islam di Indonesia yang mayoritas.
- Banyak ulama dan santrinya tidak menjadikan sejarah ulama Indonesia sebagai obyek utama pembelajaran sejarahnya.
- Keringnya motivasi generasi muda Islam untuk belajar sejarahnya sendiri, belajar sejarah dianggap ketinggalan zaman.
Fakta sejarah yang terabaikan
- Pada masa pendudukan Jepang terbentuk Tentara Pembela Tanah Air atas usulan sepuluh ulama kepada Jendral Kumashiki Harada. Sepuluh ulama itu diantaranya adalah KH. M.Mansoer, K.R.H Adnan Dr.H.A.K.Amaroelloh dll. Akan tetapi dalam kenyataanya penulisan sejarah Indonesia tidak menyebut nama-nama ulama tersebut. Padahal ulama sebagai pelopor utama organisasi bersenjata modern. Hanya di tulis Peta didirikan oleh tentara Jepang, sebelumya sudah ada Barisan Pembela Islam yang menjadi cikal bakal Peta. Para ulama tidak mempemasalahkan perubahan itu. Di Surabaya telah didirikan Nahdlatoel Wathan, kebangjitan tanah air oleh KH Wahab Chasboellah dan KH Mas Manshoer, Muhammadiyah menamakan gerakan Pramukanya, Hizbul Wathan pengawal tanah air. Hal itu menunjukkan kepeloporan ulama dalam memupuk kesadaran cinta tanah air
- Jendral Soedirman, perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia, lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916 tidak banyak di sebut dalam sejarah nasional sisi kehidupan sejak muda. Sebutan kaji cilik atau mas kiai karena sikapnya yang tenang, solutif dan tawadhu. Sebelum namanya besar Raden Soedirman muda tercatat sebagai guru di HIS Muhammadiyah Cilacap dan aktif di Hizbul Wathon, kepanduan Muhammadiayah di Banyumas serta aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah.
Pada tanggal 10 Desember 1964 ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, di promosikan menjadi Jendral Besar pada tahun 1997. - Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain” sepenggal Resolusi Jihad Fii Sabilillah yang di diumumkan pada 22 Oktober 1945 oleh KH Hasyim Asy’ari pendiri NU yang mampu menggerakkan jihad melawan sekutu. Membakar semangat ulama santri serta lapisan masyarskat Jawa timur, terutama arek-arek Surabaya . Fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari ini tidak banyak di ketahui oleh para pemuda.
- Hilangnya kalimat takbir ” Allahu Akbar” pekik yang di kumandangkan oleh Bung Tomo untuk menyemangati arek-arek Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945 melawan sekutu hingga menewaskan Jendral A.W.S. Mallaby. Kalimat takbir sudah tidak nampak lagi di buku sejarah nasional. itulah diantara sekelumit sejarah peran ulama dan santri yang banyak diabaikan dalam buku sejarah. Sehingga generasi muda banyak yang mengalami “herolessness”.