Oleh : Sulton Dedi Wijaya, S.Pd., M.Pd
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk meninggikan derajat kita disisi Allah SWT, diantaranya dengan menjalankan semua perintah dan menjauhi segala laranganNya, melakukan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan duniawi & ukhrowi, menjaga akhlak dan perilaku yang baik, menerima segala bentuk cobaan atau musibah dengan sabar dan tawakkal, dan memperbanyak kalimat istighfar.
Ketika kita mengerjakan perintah wajib seperti shalat 5 waktu secara benar, maka secara otomatis akan meninggikan derajat kita kepada Sang Pencipta. Gerakan dan bacaan dalam shalat terutama pada saat sujud adalah momentum yang tidak boleh berlalu begitu saja. Saat terdekat seorang hamba dengan Rabbnya; aqrobu ma yakunu al’abdu inda robbi fahuwa sajidun.
Sama ketika posisi duduk diantara 2 sujud, saat kita memanjatkan kalimat robbighfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa’afini; Ya Tuhanku ampunilah dosaku kasihilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, karuniakan rizqi kepadaku, berilah petunjuk kepadaku, dan sehatkanlah aku.
Allah telah menunjukkan cara lewat shalat agar manusia mendekat kepadaNya lewat syariat yang resmi bukan mengadi-ngadi agar hambaNya mampu menaikkan derajatnya secara SOP yang tertera dalam rukun Islam yang kedua.
Mendekat antara dimensi dan waktu dalam kekuasaanNya yang tanpa batasan dimensi atau dibatasi apapun. Dunia teknologi saat ini meminimalisir batasan komunikasi apapun baik verbal dan non verbal. Dunia networking mempersingkat hubungan apapun. Ritual ibadah apapun terikat oleh dimensi ruang dan waktu. Namun ruh (esensi) saat menjalankan ibadah itulah yang tidak terbatas ruang dan waktu.
Naik tanpa merendahkan, mulia tanpa menghinakan. Esensi ibadah apapun hakekatnya adalah untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Menaikkan sisi spiritual manusia kepada Sang Pencipta ketika sujud dalam shalat, sebagaimana saat lapar dan haus ketika berpuasa. Berikutnya adalah dengan menambah keilmuan kita, ilmu duniawi dan ukhrowi. Sebagaimana janji Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 11 bahwa Ia akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu diantara kita. Ilmu yang didasari keimanan pemiliknya akan memunculkan cahaya. Sebagaimana pesan Imam Syafii, bahwa Ilmu itu ibarat cahaya, yang tidak akan diberikan kepada ahli maksiat. Cahaya (Allah) diatas cahaya lainnya, Allah memberikan petunjuk bagi siapa saja yang Ia kehendaki untuk mendapatkan cahayaNya. (An Nur 35).
Rosulullah juga bersabda, “Barangsiapa yang menginginkan dunia dan akhirat harus dengan ilmu.” Ilmu sebagai prasyarat untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan dunia dan akhirat. Amal dengan atau tanpa dasar ilmu akan menentukan kualitas dan hasilnya. Amal dengan ilmu yang dilandasi iman akan bernilai ibadah. Terkadang Allah juga akan memberikan ujian atau cobaan untuk meninggikan derajat hambaNya yang terpilih. Memberikan sesuatu yang tidak mengenakkan dan menyenangkan dalam sudut pandang kemanusiaan seorang hamba. Sesuatu yang seringkali menguras tenaga, fikiran, harta dan bahkan jiwa. Bagi orang beriman, sabar dan tawakkal adalah kunci untuk mengahadapinya. Mengembalikan tiap varian ujian yang di dapat hanya kepada Allah SWT; inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. (Al Baqarah 155-6)
Cara dan skenario Allah untuk meninggikan derajat hambaNya hakikatnya mengandung hikmah dan pembelajaran bagi orang yang berakal dan beriman. Mendatangkan kesadaran akan kebesaran dan kekuasaanNya. Menghadirkan pikiran positif (piktif) alias husnudzon atas segala keputusanNya meski terkadang tidak seperti yang diinginkan. Namun hasil akhir dari tiap ujian itu justru akan melahirkan pribadi yang makin cerdas, kuat, tangguh, dan penuh empati terhadap sesama makhluk.
Dalam konteks sosial, akhlak dan perilaku yang baik tidak hanya kepada sesama manusia namun terhadap seluruh makhluk seperti binatang, tumbuh-tumbuhan dan semesta. Akhlak dalam berkomunikasi baik verbal atau nonverbal. Termasuk akhlak dalam bertingkah laku yang baik akan memunculkan kasih sayang, penghormatan, pujian dan kemuliaan. Begitupula sebaliknya, akhlak dan perilaku yang buruk akan melahirkan kebencian, kehinaan, cacian dan kerendahan.
Ibnu Abbas ra. Berkata “Sesungguhnya kebaikan memunculkan sinar di wajah, cahaya dalam hati, kelapangan rezeki dan cinta dalam hati makhluk. Sementara maksiat menyebabkan noda hitam di wajah, kegelapan dalam hati, kesempitan dalam rezeki, dan amarah dalam hati makhluk.”
Dan ketika orang sudah merasa dalam kondisi hina sebagai hamba maka jalan terbaik adalah bertaubat dan beristighfar. Memohon ampunan dan mengakui kesalahan dan dosa bukanlah suatu kehinaan. Justru menunjukkan sikap kesatria dan mulia. Ibnu Taimiyyah pernah berpesan bahwa kalimat istighfar yang dipanjatkan akan memindahkan seorang hamba dari perbuatan buruk kepada perbuatan terpuji, memindahkannya dari suatu amalan yang belum sempurna menjadi sebuah amalan yang sempurna, dan meninggikan seorang hamba dari posisi yang rendah menuju posisi yang lebih tinggi darinya bahkan lebih.”
Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat derajat seseorang hamba yang shaleh di surga. Hamba tersebut bertanya kepada Allah, Wahai Rabb! Mengapa derajat saya jadi terangkat? Allah SWT berfirman, itu karena anakmu memohonkan ampun atas dosa-dosamu.” (HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan Ahmad)
Hadits ini mengandung makna bahwa kalimat istighfar anak saleh kepada orang tuanya yang sudah meninggal akan meninggikan derajat orang tuanya di akhirat.
Itulah beberapa cara untuk meninggikan derajat kita disisi Sang Khalik dan makhluk. Kecerdasan spiritual dan sosial yang tinggi akan mampu menaikkan level orang yang beriman secara proporsional. Dengan menjaga keseimbangan hablum minannas dan hablum minallaah.
Allahu ‘alam