1. Home
  2. /
  3. Artikel
  4. /
  5. Mendewasakan Anak Dengan Tanggungjawab

Mendewasakan Anak Dengan Tanggungjawab

Dec 15, 2022

Oleh : Ridwan, S.Pd., M.Pd.

Dalam fiqih yang di berikan tanggungjawab melaksanakan syariat Allah (mukallaf) adalah yang sudah aqil baligh. Dua kata saling berkesinambungan , aqil berati sudah dewasa dalam berfikir dan balig di tandai sudah mimpi basah bagi laki-laki dan sudah haid bagi perempuan. Patut menjadi pemikiran dan renungan kita bersama banyak diantara anak-anak kita secara fisik sudah baligh,pada usia 11-13 tahun tapi masih belum dewasa dalam berfikir. Mengapa demikian?
Para ahli psikologi mengkatagorikan pada usia 11-18 tahun ( SMP-SMA ) pada usia remaja, peralihan antara anak-anak menuju dewasa, katagori ini bisa dibilang tidak jelas posisinya, anak-anak bukan, dewasa juga belum.
Timbulah kerancuan, manusia yng belum berusia 17 tahun, status hukumnya masih “anak-anak” belum terkena sanksi hukum padahal mereka mampu membunuh, memperkosa dan melakukan tindak kejahatan lainnya yang biasa dilakukan oleh mereka yang sudah dewasa. Dalam islam mereka yang sudah baligh dikatagorikan sudah dewasa, sehingga di bebani kewajiban melaksanakan perintah Allah, posisinya tidak berlama-lama dalam katagori anak-anak. Karena itulah seharusnya mereka dididik menjadi seorang dewasa. Karena memposiskan kategori remaja belum dewasa, masih “anak-anak”,
maka lahirlah generasi yang matang syahwatnya, tetapi belum matang akal fikirannya. Karena masih remaja, dan dianggap belum dewasa, maka usia remaja dianggap belum bisa menentukan sikap hidupnya.
Remaja memang lebih berfikir abstrak, idealistik, dan logis dibandingkan anak-anak. Peningkatan cara berfikir abstrak menjadikan remaja mempertimbangkan berbagai gagasannya tentang konsep segala hal.(John W Santrock 2011)

Pembelajaran tanggungjawab

Rasulullah mengajarkan tanggungjawab dalam melaksanakan syariat ketika masih usia anak agar menjadi karakter ketika dewasa.

عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: مُرُوا أولادَكم بالصلاةِ وهم أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، واضْرِبُوهُمْ عليها، وهم أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ 

“Dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan l sholat sedang mereka berusia sepuluh tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.” (H.R Abu Daud)
Manusia tumbuh melalui fase-fase kehidupan, dimulai dari anak kecil yang belum mumayyiz (belum bisa membedakan antara yang baik dan buruk), terdapat perkataan ulama tentang usia ini: “mereka adalah anak yang belum bisa membedakan antara kurma dan bara api begitu juga antara kebaikan dan keburukan”. Maka anak seperti ini belum dibebankan kepada mereka kewajibansyariat apapun t, akan tetapi apabila mereka sudah bisa melakukan suatu perbuatan, maka orang tua harus membimbingnya. Dalam hadis ini ada tiga pelajaran penting

  1. Orang tua mempunyai kewajiban terhadap anaknya untuk membimbing sholat.
  2. Menghukum ketika berusia 10 tahun dengan di pukul untuk memberikan pelajaran bukan menyakiti agar belajar tanggungjawab dan menjadi pembiasaan bagi anak.
  3. Memberikan pendidikan sek dengan memisahkan ketika tidur..
    Mungkin ada kesalahan yang tidak kita sadari dalam memberikan proses pendidikan untuk anak-anak kita. Mengangap mereka masih anak-anak sehingga lupa memberikan pembelajaran tanggung jawab dan kemandirian kepada mereka. Karena hakikat pendidikan adalah proses mendewasakan dan melatih kemandirian anak.
    Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Umar r.a. disebutkan, bahwa Rasulullah saw. memanggil Abdullah bin Umar untuk hadir ke hadapan beliau menjelang Perang Uhud. Ketika itu usia Abdullah 14 tahun. Rasul tidak mengijinkannya ikut berperang. Kemudian Rasulullah saw kembali memanggil Abdullah hadir ke hadapan beliau menjelang Perang Khandaq. Usia Abdullah bin Umar ketika itu 15 tahun. Rasulullah saw lalu mengijinkan Abdullah berperang.” Nafi’ berkata, “Aku datang kepada Umar bin Abdul Aziz yang merupakan Khalifah pada waktu itu dan menyampaikan riwayat tersebut. Khalifah berkata, “Usia ini (15 tahun) adalah batas antara anak-anak dan dewasa.” Beliau perintahkan kepada para gubernur untuk memberikan tunjangan kepada siapa saja yang telah mencapai usia 15 tahun.” (HR Bukhari).
    Jadi, berdasarkan pada hadits Nabi saw tersebut, dan juga berbagai fakta sejarah pendidikan, bisa dipahami, bahwa usia 15 tahun adalah masa anak-anak memasuki masa dewasa. Jangan sampai dalam masa usia 15 tahun, para siswa tidak disiapkan jiwa dan raganya agar benar-benar menjadi manusia dewasa yang sejati. Rasulullah saw. telah memberikan teladan, bagaimana mendidik anak-anak umur belasan tahun menjadi matang di usia yang sangat muda.
    Banyak kisah sahabat muda rasulullah yang di iberikan kepercayan dan tanggung jawab di usia belasan tahun. Usama bin Zaid menjadi panglima perang oada usia 18 tahun, Utaib bin usaid usia 18 tahun menjadi gubenur Makkah, Zaid bin Tsabit pada usia 13 tahun dipercaya menjadi sekertaris rosulullah.
    Mereka di bimbing langsung oleh rasulullloh untuk mrnjadi remaja produktif. Sejarah bangsa kita juga telah membuktikan bahwa tokoh besar, Ir Soekarno, KH Agus Salim Jendral Sudirman, Moh Natsir telah berkiprah di usia muda. Menurut Dr. Misbah Fikrianto dalam buku 6 Kunci rahasia menjadi pribadi cerdas bahwa remaja adalah masa produktif dimana pada masa itu menjadi titik puncak segala perubahan dan keingintahuan tentang sesuatu, masa kaya mimpi dan ide, mimpi itu asset dan ide itu mahal. Orang tua dan para pendidik perlu membimbing agar yang mereka cita-citakan terwujud. Memberikan kesempatan untuk mengeksplor sesuai dengan pengetahuan bakat dan kemampuannya. Orang tua perlu memberikan “gizi seimbang”. Gizi makanan untuk nutrisi fisiknya dan gizi pengetahuan dan pengalaman untuk bekal mental dan akal fikirannya.
    Maka begitu pentingnya peran orang tua sebagai manajer perkembangan anak-anaknya.